Sabtu, 22 September 2007

Teknologi Untuk Tuna netra

Indera penglihatan adalah salah satu sumber informasi yang vital bagi manusia. Tidak berlebihan apabila dikemukakan bahwa sebagian besar informasi yang diperoleh oleh manusia berasal dari indera penglihatan, sedangkan selebihnya berasal dari panca indera yang lain. Sebagai konsekuensnya, bila seseorang mengalami gangguan pada indera penglihatan, maka kemampuan aktifitas ybs. akan sangat terbatas, karena informasi yang diperoleh akan jauh berkurang dibandingkan mereka yang berpenglihatan normal. Apabila tidak mendapat penanganan/rehabilitasi khusus, hal ini akan mengakibatkan timbulnya berbagai kendala psikologis, seperti misalnya perasaan inferior, depresi, atau hilangnya makna hidup, dsb.

Dalam survey di Jepang pada th.1981, diketahui bahwa penderita tuna netra di negara ini berkisar pada angka 353.000 orang. Sebagai negara maju, Jepang telah melakukan serangkaian langkah untuk membantu para penduduknya yang mengalami gangguan pada indera penglihatan. Pertama-tama, bagi para tuna netra, setelah melewati prosedur pemeriksaan formal mereka akan mendapat buku/kartu pengenal penyandang cacat (termasuk di dalamnya gangguan visual sebagai salah satu kategori). Dengan kartu/buku pengenal ini, penyandang tuna netra akan memperoleh berbagai fasilitas kesejahteraan maupun pelayanan khusus yang
disediakan oleh pemerintah Jepang. Misalnya mendapat keringanan biaya saat membeli piranti pendukung a.l. voice watch, tape recorder maupun fasilitas-fasilitas sosial yang lain. Adapun alat pembantu berjalan seperti stick putih, papan Braille (”Tenjiban”) dapat diperoleh langsung di loket pelayanan khusus yang tersedia di bagian kesejahteraan kantor kelurahan atau kecamatan setempat.

Selain berbagai macam fasilitas sosial sebagaimana tersebut di atas, pemerintah Jepang juga menyelenggarakan pelatihan rehabilitasi bagi para tuna netra. Pada situs VIRN (Vision Impairments’ Resource Network), diterangkan ada 3 jenis rehabilitasi sbb.

  1. Rehabilitasi medis
    Diselenggarakan oleh beberapa klinik atau rumah sakit (low vision clinic, rumah sakit mata)
  2. Rehabilitasi Psikis dan Sosial
    Adalah tahap pelatihan agar penyandang tuna netra dapat beradaptasi dengan lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Termasuk dalam kategori ini adalah training pengenalan huruf Braille, pelatihan cara berjalan dengan memakai stick putih. Dengan pelatihan ini diharapkan para tuna netra dapat memiliki kemampuan berdikari dalam hidup bermasyarakat, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan rasa percaya diri dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
  3. Rehabilitasi lingkungan kerja
    Rehabilitasi ini bertujuan memberikan pelatihan ketrampilan kepada penyandang tuna netra, agar dapat memiliki keahlian dan ketrampilan untuk melakukan pekerjaan di masyarakat. Rehabilitasi jenis ini diwujudkan dengan adanya lembaga pendidikan bagi
    tuna netra.

Pada awalnya alat penuntun bagi tuna netra di Jepang adalah tongkat putih atau anjing penuntun yang telah dilatih secara khusus. Akan tetapi kedua alat ini memiliki berbagai macam keterbatasan, sehingga hanya sebagian kecil saja porsi informasi yang dapat difahami dari lingkungan dimana tuna netra tsb. berada. Seiring dengan semakin majunya teknologi modern, serangkaian penelitian telah dilakukan oleh universitas maupun R & D perusahaan di Jepang. Penelitian ini bertujuan memberikan kontribusi bagi rehabilitasi penyandang tuna netra, agar mereka dapat memanfaatkan kemajuan teknologi modern untuk meningkatkan
tingkat adaptasi dengan lingkungannya.

1. Teknologi yang dikembangkan di Jepang
Perkembangan teknologi di bidang IT, medical engineering maupun biological engineering telah memberikan peluang pengembangan berbagai alat bantu yang ditunjang oleh teknologi modern. Serangkaian penelitian telah dilakukan melibatkan berbagai aspek teknologi, yang antara lain dapat disebutkan sebagai berikut.

  1. Guide Device for the Visually Handicapped
    Sistem ini merupakan hasil proyek kerja sama antara Kementrian Perdagangan & Industri dengan Kementrian Kesehatan dan Kesejahteraan [1]. Sistem ini dikembangkan dengan memadukan teknologi photoelectric & ultrasonic, untuk mendeteksi obstacle. Data ini kemudian ditransmisikan kepada user lewat micro-computer. Output dari transmisi berupa suara/bunyi yang akan diteruskan ke pendengaran pemakai (user). Dengan demikian, mereka akan dapat memahami situasi lingkungan di mana dia berada. Mereka pun dapat mengenali jenis obyek yang menjadi penghalang di depannya, sehingga dapat berjalan dengan aman.
  2. Mesin foto copy Braille
    Sistem ini dilengkapi dengan OBR (Optical Braille Character Reader). Pertama-tama draft yang tertulis dalam huruf braille akan mengalami proses “Braille Character Recognition”, dan hasil dari proses ini akan ditampilkan di CRT berupa huruf braille
    ataupun huruf alphabet, katakana pada umumnya. Kemudian user akan mengoreksi sekiranya ada kesalahan pada hasil baca OBR tsb. dan kemudian, hasil editing ini akan diteruskan ke Braille I/O typewriter. Sebagaimana no.1 di atas, proyek ini juga merupakan hasil proyek kerja sama antara Kementrian Perdagangan & Industri dengan Kementrian Kesehatan dan Kesejahteraan.
  3. Book-reader for the Visually handicapped
    System ini terdiri dari : alat otomatis untuk mmembalik halaman, scanner, character recognizer, sistem untuk analisa kalimat, speech synthesizer, dan recording unit. Cara kerja sistem ini adalah sbb. Buku ditempatkan di posisi terbaca oleh scanner, dan kemudian scanner akan mengubah tampilan ke bentuk image. Selanjutnya character recognizer (OCR) akan melakukan transformasi image-character, dan sehingga didapat text-based information. Hasil proses ini akan melalui analisa gramatikal, sehingga didapat kalimat yang benar secara grammar dan dapat difahami. Selanjutnya speech synthesizer akan mengubah kalimat ini ke dalam media suara, sehingga dapat dipahami oleh penderita tuna netra[1].
  4. Three-dimensional Information Display Unit
    Display ini dibuat dari banyak pin 3 dimensi. Alat ini ditujukan khusus untuk para tuna netra, sehingga informasi lingkungan yang berada di depannya akan diterjemahkan ke dalam pattern tertentu yang ditunjukkan oleh komposisi pin pada display [1].
  5. Sistem Navigasi menggunakan Optical Beacon (Tokai University) [2]
    Sistem ini ditujukan untuk membantu membimbing user (= tuna netra) di dalam ruangan, agar bisa menuju lokasi yang diinginkan dalam suatu bangunan. Dibandingkan dengan sistem navigasi yang memakai GPS, sistem yang ditunjang oleh optical beacon ini memiliki keunggulan dalam pemakaian dalam ruangan. GPS memang memberikan informasi yang cukup handal untuk pemakaian di outdoor environment, akan
    tetapi kurang tepat untuk pemakaian indoor. Sistem yang dikembangkan oleh team Tokai University ini diuji dalam suatu ruangan yang dilengkapi dengan optical beacon yang berfungsi sebagai transmitter sinar infra merah. User membawa sebuah receiver yang
    menerima signal dan informasi yang dipancarkan oleh optical beacon tsb. Selanjutnya dari signal ini, system akan menghitung posisi dimana user berada. Informasi posisi ini akan dipancarkan ke user, dan receiver akan meneruskannya ke processing unit (notebook
    computer) yang dibawa oleh user tsb. Informasi posisi ini akan berfungsi sebagai input bagi processing unit, dan outputnya adalah informasi berupa suara dari speaker, yang menuntun user ke arah tujuan yang diinginkan.
  6. Pengembangan sistem transfer informasi visual 3 dimensi ke dalam informasi dimensional virtual sound. (Tsukuba University).
    Informasi visual disekeliling user diperoleh melalui stereo kamera, untuk memperoleh gambaran 3 dimensi posisi dan situasi dimana user berada. Kemudian informasi ini diterjemahkan dan disampaikan kepada user dengan memakai 3 dimensional virtual acoustic display. Dengan demikian user akan memperoleh informasi benda apa saja yang disekitarnya dan bagaimana pergerakan masing-masing object tsb. [3]

2. Rehabilitasi Tuna netra di Indonesia
Walau terbilang langka, tetapi penelitian dan pengembangan sistem rehabilitasi tuna netra telah mulai dilakukan juga di Indonesia. Pada tahun 1991, telah didirikan Mitra Netra Foundation sebagai salah satu lembaga yang memberikan pengabdian bagi rehabilitasi tuna netra [4]. Beberapa tahun yll. lembaga ini melakukan kolaborasi dengan BPP Teknologi, dan dalam kerjasama tsb. direncanakan
pengembangan teknologi text to speech synthesizer, yang mengubah tampilan pada monitor komputer ke dalam informasi berupa suara. Beberapa tema penelitian yang barangkali dapat dirintis untuk dikembangkan di Indonesia antara lain sbb.

  1. OCR : Roman Alphabets-Braille Converter System
    System ini merupakan pengembangan software OCR, sehingga hasil scanning terhadap buku, dokumen,suratkabar dsb. akan diubah format penyajiannya ke dalam braille-based output. Selain itu terbuka juga kemungkinan untuk memadukannya dengan text to speech synthesizer sehingga didapat output berupa suara.
  2. Pengembangan perpustakaan CD yang dikhususkan bagi para tuna netra, sesuai dengan standar internasional DAISY (Digital Audio-Based Information System) [5].
    Di Jepang, sistem ini telah berkembang dengan baik, dan dengan memanfaatkan teknologi kompresi, sebuah CD dapat menyimpan rekaman sepanjang 50 jam.
  3. Pengembangan software voice recognition system khusus untuk bahasa Indonesia, sebagai media input bagi komputer.
    Dengan demikian, pihak pemakai (dalam hal ini tuna netra) dapat menulis makalah, mengedit dsb. tanpa (atau meminimisir) menggunakan keyboard,dan sebagai gantinya memakai software tsb. untuk merubah suara ke dalam text.
  4. Pengembangan dan pengadaan software komputer yang diperuntukkan khusus bagi tuna netra.
    Hitachi dan Tokyo Denki University telah mengembangkan soft yang merubah informasi visual pada layar display ke dalam suara
Beberapa tahun yll. salah satu tema penelitian yang saya lakukan adalah pengembangan metode untuk mengekstrak secara otomatis huruf dari citra berwarna, dengan memakai metode jaringan saraf tiruan (artificial neural networks) [6]. Kamera berfungsi sebagai sensor yang menangkap gambar lingkungan dimana seseorang berada. Selanjutnya sistem ini akan menganalisa ada tidaknya informasi berupa tulisan. Seandainya pada citra tersebut terdapat bagian yang memuat text atau huruf, maka bagian tersebut akan dipisahkan dari informasi yang lain, dan diteruskan kepada sebuah character recognition system untuk dikonversikan
ke dalam kode huruf (image to text conversion). Jika sistem ini akan dipadukan dengan TTS (Text to Speech) synthesizer, diharapkan dapat dikembangkan sistem yang mentransfer output berupa teks menjadi dalam suara yang dapat difahami oleh tuna netra. Detail dari metode ini Insya Allah akan saya

1 komentar:

IRiN mengatakan...

slamat pagi mba, saya tertarik mengetahui lebih jauh mengenai tahapan pengenalan benda pada anak2 tuna netra. apakah ada teori khusus yg menyatakan tahapan tersebut? saya sedang menyelesaikan tugas akhir saya. trima kasih bantuannya. kalau ada, silahkan kontak saya di air_1n@yahoo.com